Senin, 04 Januari 2010

KISAH ANAK RANTAU

KISAH ANAK RANTAU
By Hamid


Ra'as itulah nama pulau terpencil di Kabupaten Sumenep Madura, di pulau ini saya lahir dan menikmati masa kecil. Aku lahir dari keluarga sederhana, Bapakku Muhammad Hasan adalah seorang nelayan dan Ibuku Sahwiyah hanyalah ibu rumah tangga. Sama dengan masyarakat kebanyakan di pulau itu yang setiap harinya kami hidup pas-pasan. Setiap hari kami hidup dengan sederhana, bapakku seorang nelayan yang pekerja keras, tak kenal lelah untuk menghidupi anak-anaknya.

Tak pernah terpikir dalam benakku untuk bisa sekolah sampai SMP saja. Kami paham dan mengerti keberadaan orang tua kami. Awal saya melanjutkan ke SMP tepatnya di SMP Negeri 1 Ra'as, orang tua ku tidak tau. Karena saya kasihan sama mereka takut menambah beban keluarga. Setiap hari sebelum berangkat sekolah saya pergi ngaji dulu, digulungan sarung itu saya buntalkan seragamku. Setiap hari saya lakukan aktivitas itu. Setelah 3 bulan ternyata orang tuaku tahu juga bahwa saya sekolah SMP. Al hamdulillah diluar dugaan ku ternyata orang tuaku mendukungnya, dan aku mulai dibeliin seragam putih biru. Itulah awal saya pertama kali memakai baju putih biru. Baju kebanggaan anak SMP.

Belajar terus itula kata yang terbisik dalam setiap langkah kaki ini, padahal aku sadar bahwa melanjutkan ke jenjang SMA amat tidak mungkin pada saat itu. Aku hanya bisa menghela napas disaat teman-teman sebayaku berbincang-bincang tentang sekolah SMA di kota. Setiap malam selesai belajar, aku sering tidur-tiduran di luar rumah sembari sambil menatap langit. Tatapan mataku tajam melihat bintang yang bertaburan di angkasa sana, dan setiap itulah aku meggantungkan cita-citaku secerah bintang dilangit sana. Hari-hariku kutulis dalam bisikan kemauan dan keluhuran cita-cita ini dengan harapan bisa meraih bintang disana.

Orang tuaku adalah panutan buat kami. Kebijakan dan ketegaran itulah yang selalu ada dibenak ini, tak perna lelah dan tak ada kata menyerah. Malam hingga malam lagi bapakku melaut hanya untuk menghidupi kami, agar kami besok bisa makan. Sering disaat senjang aku mencoba untuk belajar cari ikan, tapi bapakku tak ingin aku hidup sebagaimana ia jalani, beliau ingin aku menggapai sesuatu yang bermakna dalam hidup ini dan bisa membanggakan kedua orang tua.

Disaat aku di SMP untuk meringankan biaya hidup orang tua, aku sering mencoba mencari biaya SPP ku dari hasil menjual potongan akar bahar. Itupun tidak cukup dan kadang kala aku harus nunggak dulu. Untuk meminta ke orang tua terlalu berat sepertinya, karena kami tau begitu berat ekonomi yang dihadapi keluarga kami. Padahal SPP saat itu hanya Rp. 1.200. Masih teringat betul dibenak ini disaat aku ingin makan beras putih, aku dan teman-temanku mengais ceceran karung beras putih yang diturunkan dari kapal.

Bila bulan puasa tiba kami senang sekali menyambutnya, aku tau saat-saat itu aku dan keluarga bisa kumpul dan berbuka bersama walaupun itu dalam kesederhanaan. Pada suatu hari dekat-dekat hari raya, aku duduk-duduk di depan masjid sehabis shalat magrib, tajam mataku melihat cakrawala dengan berharap darimana aku bisa dapat baju baru. Aku melihat teman-teman sebayaku sudah punya baru untuk berlebaran. Tiba-tiba ada seorang lelaki menghampiriku, cong (panggilan anak lelalaki) mari kerumahku, ada apa paman sahutkku, lelaki itu bilang aku punya baju baru buatmu. Ya Allah begitu terkejutnya aku ternyata aku juga bisa memakai baju baru nanti, sama seperti teman. Aku balik kerumah sambil lari-lari saking senengnya.

Tahun 1988 saat itulah awal langkah kaki ini di mulai, berat rasanya harus merantau ke negeri seberang. Kisah ini bersambung.........................tunggu lanjutannya.

Jumat, 01 Januari 2010